Pendidikan adalah hal yang sangat
penting untuk membentuk suatu generasi bangsa yang beradab dan bangsa yang
berkualitas tetapi jika kita lihat pendidikan saat ini masih sangatlah jauh
dari standar dan bahkan beberapa Negara menyebutkan bahwa kurikulum pendidikan
di Indonesia ini sangat berat, begitu pula system pendidikan yang masih sangat
melankolis, itu tentu saja membuat generasi bangsa kita mengalami kemandekan
dalam dunia pendidikan dan dengan system pembelajaran yang melankolis ini
pembelajaran di kelas menjadi monoton dan selalu berulang-ulang dari
tahun ke tahun, contohnya pada anak yang terlahir di era 90 hingga 2000-an yang
kita tahu bahwa jika kita menggambar gunung harus selalu dengan dua gunung yang
memiliki matahari di tengahnya, sawah, jalan raya, burung-burung dsb. Lalu
ketika kita diajarkan membaca pasti sang pendidik ini selalu mengatakan “ini
ibu budi, ibu budi pergi ke pasar, bapak budi pergi ke kantor” dan lain
sebagainya. Lalu saat ini banyak sekali para pendidik lupa akan menanamkan nilai
dan pendidikan untuk menjadi pribadi yang berbudi pekerti baik karena pada
hakikatnya seorang pendidik yang baik adalah bukan seorang pendidik yang
sekedar mencetak para generasi yang sukses secara material tetapi berhasil
untuk membentuk kepribadian muridnya menjadi seorang yang berbudi pekerti
luhur. Dan saat ini pula Indonesia mengalami dekadensi moral dimana moral-moral
anak bangsa saat ini menurun akibat kurangnya penanaman nilai dan pendidikan
yang mengacu pada pembentukan karakter akibatnya banyak anak-anak muda saat ini
yang memakai narkoba, tawuran, seks bebas, konflik social dimana-mana dan lain
sebagainya. Maka perlu digerakannya sebuah model pendidikan berkarakter.
Pendidikan karakter ini mengacu pada
pendidikan yang menginternalisasi nilai-nilai yang sesuai dengan nilai, etika,
dan moral bangsa sehingga membuat masyarakat menjadi baradab dan meningkatkan
kualitas mutu jati diri bangsa. Di Indonesia saat ini mengalami dekadensi moral
atau menurunnya moralitas anak bangsa seperti maraknya tawuran, narkoba,
konflik social, korupsi, dsb. Oleh karena itu pendidikan karakter sangat
dibutuhkan untuk memperbaiki perilaku masyarakat khususnya generasi muda dan
seperti yang dikatakan Thomas Lickona mengenai 10 macam ciri akan hancurnya
suatu bangsa yaitu salah satunya dengan meningkatnya perilaku merusak diri dan
hilangnya kesadaran akan pedoman moral baik dan buruk dalam kehidupan
sehari-hari seperti kasus di atas, seseorang menggunakan narkoba, tawuran,
korupsi, dan konflik-konflik social yang terjadi dikarenakan memang di
Indonesia ini pendidikan karakter dalam praksisnya sangatlah kurang. Maka dari
itu hal yang fundamental dalam praksis pendidikan karakter setidaknya memenuhi
3 hal yang perlu di tekankan yaitu pertama, bertakwa kepada
tuhan yang maha esa dan menimbulkan budi pekerti yang luhur, pada hal yang satu
ini pembentukan budi pekerti dan ketakwaan tentunya menjadi hal yang wajib
pertama kali di ajarkan, dan sosialisasi primer atau keluarga harus mendidik
atau memberi contoh kepada anak-anaknya agar berbudi pekerti yang luhur dan
mengajarkan pendidikan keagamaan kepada anak sebelum masuk kepada tahap
pendidikan umum, mengapa demikian? Emile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah
suatu sumber untuk memperkuat nilai-nilai social di masyarakat, oleh karena itu
disini pendidikan agama sangat penting agar tidak terjadinya suatu ketimpangan
atau disfungsi social seperti contoh kasus diatas, dan pendidikan agama juga
untuk menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan dan memberi dasar yang kuat
terhadap etika di masyarakat, karena sesungguhnya dalam pendidikan agama ini
adalah modal penting yang seharusnya orangtua berikan kepada anaknya pada usia
dini agar menimbulkan budi pekerti yang baik.
Kedua, harus mendidik agar para peserta didik memiliki kognitif
yang dapat untuk mengembangkan kualitas ilmu pengetahuannya, karena untuk
menumbuhkan karakter dan membangkitkan jati diri bangsa ini para pendidik wajib
untuk memberikan pendidikan yang dapat menumbuhkan rasa keingintahuan peserta
didik meningkat dan mempraktikan 4 pilar pendidikan menurut UNESCO yaitu learning
how to know(belajar untuk mengetahui), learning how to do (belajar
untuk melakukan), learning how to be (belajar menjadi sesuatu), dan learning
how to life together (belajar untuk hidup bersama), dalam 4 pilar yang
disebutkan oleh UNESCO tersebut maka seorang siswa selain mereka harus
mendapatkan ilmu pengetahuan di sekolahnya, mereka pun harus tau manfaat, cara
mempraktikannya di kehidupan, bagaimana mereka mengkreasikan dirinya dengan
mengembangkan minat dan bakat yang ia miliki, dan saling menghargai atau
toleransi kepada orang di sekitarnya dan dengan begitu peserta didik akan dapat
mengembangkan ilmu pengetahuan yang ia miliki secara baik dan
berkualitas. Ketiga, memiliki psikomotorik yang tercermin pada
kemampuan mengembangkan keterampilan yang para peserta didik miliki agar dapat
bersaing dengan orang-orang asing. Dengan menerapkan ketiga hal yang mendasar
tersebut secara otomatis generasi muda akan memiliki karakter yang baik dan
dapat dikatakan membangkitkan jati diri bangsa, dan jika karakter generasi muda
atau karakter bangsa Indonesia seperti itu tingkat penggunaan narkoba, tawuran,
konflik social, korupsi, kemiskinan dsb; akan sangat minim terjadi di negeri
ini sebagai mana fungsi karakter yang dapat memperkecil resiko kehancuran dan
dapat bersaing secara terhormat dengan bangsa lain.
Intervensi yang sangat penting
dilakukan dalam pelaksanaan pendidikan karakter adalah perlunya intervensi
terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, karena saat ini umumnya di Indonesia
pengembangan ilmu pengetahuan yang diberikan di sekolah hanyalah learning
how to know (belajar sekedar mengetahui saja) sehingga sedikit para
peserta didik yang tidak tahu kegunaan manfaat ilmu itu sendiri dalam kehidupan
nyata, seperti contoh ketika kita sekolah, kita di ajarkan matematika, aljabar,
integral dan lain sebagainya dan para pendidik yang melakukan proses pendidikan
tersebut tidak mengenalkan apa sebenarnya manfaat dari ilmu tersebut begitu
juga dengan ilmu yang lainnya sehingga dalam kehidupannya para generasi muda
masih dapat terombang-ambing dan mudah dibodoh-bodohi untuk melakukan perilaku
yang menyimpang karena mereka tidak tahu akan pentingnya suatu ilmu pengetahuan
sebagai dasar penting untuk kehidupan mereka.
Jika model pendidikan yang diberikan
oleh para pendidik di sekolah terus menerus seperti “menjejalkan” segala ilmu
pengetahuan dan peserta didik hanya menerima tanpa tahu manfaat dan kegunaan
ilmu tersebut dalam kehidupannya maka para peserta didik seolah-olah hanya
sebagai “bank” penyimpanan ilmu pengetahuan dan tidak mendapat manfaat apapun
dari ilmu pengetahuan tersebut seperti apa yang dikatakan oleh Paulo Freire dan
mereka (peserta didik) tidak akan terbentuk menjadi para generasi yang kritis.
Untuk memperbaiki semua itu maka para pendidik harus melaksanakan 4 pilar
pendidikan menurut UNESCO yang telah disebutkan di atas dan mempraktikkan ke-6
pilar pendidikan karakter seperti kepercayaan, respect (toleran), tanggung
jawab, keadilan, peduli, dan kewarganegaraan, dengan melaksanakan semua itu
maka pelaksanaan pendidikan menurut saya akan dapat berjalan sesuai dengan
fungsinya.
Komentar
Posting Komentar