Blog ini berisi tulisan mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi A UNJ angkatan 2015 tentang permasalahan pendidikan. Seluruh tulisan ini dibuat sebagai syarat mengikuti Ujian Akhir Semester mata kuliah Bahasa Indonesia, Juni 2016.



Ireneus Mario: Prestasi Yes! Jujur Harus!


Salah satu bentuk karakter manusia yang menjadi acuan kemajuan suatu bangsa adalah karakter jujur. Pengertian jujur sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai sikap lurus hati, tidak berbohong, tidak curang, tulus, dan ikhlas. Mengingat betapa pentingnya sikap jujur dalam kehidupan manusia, maka sikap tersebut harus ditanamkan sejak dini. Di dalam dunia pendidikan sendiri, terutama pendidikan formal, pembentukan karakter jujur kepada siswa menjadi salah satu komponen penting yang dapat menciptakan generasi bangsa yang berakhlak dan bermoral baik.

Pembentukan karakter jujur pada pendidikan formal dapat diterapkan dalam beberapa cara. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah membiasakan siswa untuk tidak menyontek pada saat ulangan berlangsung. Perilaku menyontek saat ulangan sama artinya dengan perilaku tidak jujur. Tentu saja hal ini bertentangan dengan pembentukan karakter yang akan dilakukan sekolah. Sekolah bisa saja memberikan sanksi kepada siswa yang ketahuan menyontek, seperti yang dilakukan oleh SMP dan SMA Kolese Kanisius Jakarta. Apabila siswa SMP tersebut ketahuan menyontek satu kali, maka siswa tersebut tidak diizinkan bersekolah di SMA Kolese Kanisius. Sementara itu, apabila ketahuan dua kali, siswa tersebut langsung dikeluarkan dari sekolah tanpa adanya peringatan. Hal yang demikian juga dilakukan oleh SMA yang terletak di daerah Menteng ini. Hanya saja yang membedakan, apabila sekali ketahuan menyontek, maka langsung dikeluarkan dari sekolah. 

Pembentukan karakter jujur lainnya juga berlaku di SMA Kolese Gonzaga Jakarta yang juga menjadi tempat penulis bersekolah beberapa tahun lalu. SMA yang terletak di daerah Pejaten, Jakarta Selatan ini selalu menanamkan nilai-nilai kejujuran di dalam diri siswa-siswinya. Di setiap ruang kelas terpampang sebuah bingkai foto yang bertuliskan "Prestasi Yes! Jujur Harus!". Hal tersebut menunjukkan bahwa prestasi yang baik tidak akan bermakna apabila tidak jujur. Secara tidak langsung, sekolah ini berusaha menempatkan kejujuran di atas prestasi. Tidak penting sekolah ini dikenal karena prestasinya yang gemilang, melainkan lebih membanggakan apabila nilai kejujuran terus tertanam di dalam setiap alumninya. 

Potret kejujuran di kedua sekolah tersebut menjadi contoh dari sekian banyak sekolah di Indonesia yang mungkin sudah mampu menanamkan nilai kejujuran kepada siswa-siswinya. Sebenarnya, pembiasaan diri untuk tidak menyontek ketika ulangan merupakan salah satu cara menanamkan nilai kejujuran tersebut. Masih banyak cara-cara lainnya yang dapat dilakukan. Cara lain yang dimaksud adalah dengan membiasakan diri untuk mencantumkan sumber ketika mengerjakan tugas. Dengan mencantumkan sumber, siswa secara tidak langsung diharapkan dapat mengerjakan tugas secara jujur dan mau menghargai hasil karya orang lain. 

Memang, membentuk karakter jujur di sekolah tidak semudah seperti apa yang dibayangkan. Salah satu faktor penyebabnya adalah masih kentalnya budaya korupsi yang menjadi musuh utama nilai kejujuran itu sendiri. Banyak para pejabat yang tidak mencerminkan sikap jujur di dalam kehidupan mereka. Jika dideskripsikan secara kasar, maka kejujuran bisa dibeli dengan uang. Hal ini tentu saja membuat pilar kejujuran sulit untuk ditegakkan saat ini. Ada benarnya juga pernyataan "kejujuran itu menyakitkan" yang sering didengar oleh masyarakat kita. Namun, pernyataan tersebut jangan dijadikan tameng untuk tidak diterapkan kepada masyarakat kita. Justru, kesakitan itu harus dilawan melalui diri kita sendiri. Seberapa kuat kita berbuat jujur, maka semakin berpeluang besar untuk membawa negara Indonesia ini menuju negara berakhlak mulia dan disegani dunia. 

"Prestasi Yes! Jujur Harus!"

Komentar